BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah penyediaan air bersih menjadi
salah satu prioritas dalam perbaikan derajat kesehatan masyarakat, mengingat
keberadaan air sangat vital bagi makhluk hidup. Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk
hidup yang memiliki standar kualitas air berbeda antara kebutuhan satu dan
lainnya tergantung pada jenis kegiatan atau keperluannya. Secara umum kualitas
air berhubungan dengan kadar bahan terlarut didalamnya. Besarnya kadar dari
bahan tersebut akan menentukan kelayakannya.
Seiring dengan meningkatnya kepadatan
penduduk dan pesatnya pembangunan, maka kebutuhan air bersih yang memenuhi
persyaratan kesehatan juga semakin meningkat. Menurut Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990
tentang Standar Kualitas Air Bersih, yang dimaksud dengan air bersih adalah air
yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi
syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Pada dasarnya air
bersih harus memenuhi syarat kualitas yang meliputi syarat biologi, fisika, kimia,
mikrobiologis, dan radioaktif.
Spesifik berbicara mengenai syarat kimia
air , hal tersebut menjadi penting karena banyak sekali kandungan kimiawi air
yang menyebabkan akibat buruk pada kesehatan karena tidak sesuai dengan
proses biokimiawi tubuh. Bahan kimiawi seperti halnya besi (Fe), nitrat (NO3),
arsenik dan logam
lainnya dapat menjadi gangguan pada tubuh.
Besi (Fe) adalah satu dari lebih
unsur-unsur penting dalam air permukaan dan air tanah. Besi (Fe) merupakan
salah satu mikroelemen yang dibutuhkan oleh tubuh, besi (Fe) banyak berperan
dalam proses metabolisme tubuh. Namun, kelebihan kadar besi (Fe) dalam tubuh
dapat mengakibatkan rusaknya organ-organ penting, seperti pankreas, otot
jantung dan ginjal. Air yang mengandung besi (Fe) sangat tidak diinginkan dalam
keperluan rumah tangga karena dapat menyebabkan bekas karat pada pakaian,
porselin dan alat-alat lainnya serta menimbulkan rasa yang tidak enak pada air
minum (Soemirat, 2009).
Nitrat (NO3) adalah ion-ion anorganik alami yang merupakan bagian
dari siklus nitrogen. Nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan di
dalam air bawah tanah maupun dipermukaan dan merupakan parameter kualitas air
minum yang berhubungan dengan kimia anorganik. Pengkonsumsian air sumur dengan
kadar nitrat tinggi, akan menimbulkan gangguan kesehatan seperti gondok,
methamoglobinemia, dan sebagainya dimana kadar maksimum nitrat yang
diperbolehkan pada air bersih maupun air minum hanya 10 mg/l (Syamsi, 2009).
Berdasarkan hal tersebut diatas maka
perlu diadakan pemeriksaan kadar bahan kimiawi (Besi dan Nitrat) yang larut
dalam air khususnya pada air sumur gali yang menjadi salah satu sarana air
bersih yang ada dan masih digunakan masyarakat sekarang ini.
B.
Tujuan
Percobaan
Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan yang
ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui
Kadar Besi (Fe) pada Air Sumur
Gali Asrama Mahasiswa Unit I Universitas
Hasanuddin.
2.
Mengetahui
Kadar Nitrat (NO3) pada Air Sumur Gali Asrama Mahasiswa Unit I Universitas
Hasanuddin.
C.
Prinsip
Percobaan
1.
Cuvet
yang digunakan terlebih dahulu dicuci dengan aquades kemudian dicuci dengan air sampel.
2.
Sampel
dan reagent
dihomogenkan, masing-masing untuk pemeriksaan kadar besi
dan kadar nitrat dihomogenkan
selama 3 menit dan nitrat selama 1 menit.
3.
Sampel
yang telah dihomogenkan harus didiamkan selama 5 menit sebelum dimasukkan
kedalam Spectrofotometer DR 2800.
4.
Dinding
cuvet pada sisinya diusapkan tissu
atau kapas terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam Spectrofotometer DR 2800.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan
Umum Tentang Air Bersih
Air adalah semua
air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah kecuali air laut dan air
fosil. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau,
telaga, waduk dan muara (PP. No. 82 Tahun 2001).
Air bersih
adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari – hari yang kualitasnya
memenuhi persyaratan kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air
permandian adalah air yang digunakan pada tempat-tempat permandian bagi umum
tidak termasuk untuk pengobatan tradisional dank loam renang, yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan (Permenkes RI No. 416 Tahun 1990).
Air yang
dibutuhkan manusia harus memenuhi syarat kualitas. Disamping itu harus pula
dapat memenuhi secara kuantitas (jumlahnya). Diperkirakan untuk kegiatan rumah
tangga yang sederhana paling tidak membutuhkan air sebanyak 100 L/orang/hari.
Sumber air yang
digunakan sehari-hari harus memenuhi syarat-syarat kesehatan. Air di bumi
selalu mengalami siklus hidrologi sehingga dikenal 4 (empat) sumber air di bumi
yaitu (Sutrisno, 2006):
1.
Air Laut
Air
laut merupakan air yang menutupi permukaan tanah yang sangat luas dan umumnya
mengandung garam dan berasa asin. Mempunyai sifat asin karena mengandung garam
NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut mencapai 3 %. Dengan keadaan ini maka air
laut tidak memenuhi syarat untuk air minum.
2.
Air Tanah
Air
tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah. Air tanah merupakan sumber
air tawar, mencakup 30 % dari total air tawar atau 10,5 juta km3. Air tanah
terbentuk dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi dan meresap ke dalam
tanah melalui pori-pori tanah dan akar tanaman, kemudian bertahan pada lapisan
tanah membentuk lapisan yang mengandung air tanah (Akuifer). Akhir-akhir ini
pemanfaatan air tanah meningkat dengan cepat, bahkan di beberapa tempat tingkat
eksploitasi sudah sampai pada tingkat membahayakan. Air tanah biasanya diambil
baik untuk sumber air minum dan air bersih maupun untuk irigasi.
3.
Air Atmosfer
Dalam
keadaan murni, air sangat bersih oleh karena adanya pengotoran yang disebabkan
oleh kotoran-kotoran industri/debu
dan lain sebagainya maka air mengandung polutan.
Selain
itu air hujan mempunyai sifat agresif terutama pada pipa-pipa penyalur maupun
bak-bak reservoir. sehingga akan mempercepat terjadinya korosi. Air hujan juga
mempunya sifat lunak.
4.
Air Permukaan
air
permukaan adalah air yang mengalir di permukaan bumi. Terdiri dari air sungai
dan air danau/rawa. Pada umumnya air permukaan akan mendapat pengotoran selama
pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang, kayu, daun-daun, kotoran
industri
dan sebagainya. Beberapa pengotoran ini, masing-masing ar permukaan akan
berbeda-beda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan. Jenis
pengotorannya adalah merupakan fisik, kimia dan bakteriologi.
B.
Tinjauan
Umum Tentang Air Sumur Gali
Sumur gali adalah satu konstruksi sumur yang paling
umum dan meluas dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan
rumah- rumah perorangan sebagai air minum dengan kedalaman 7-10 meter dari
permukaan tanah. Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah
yang relatif dekat dari permukaan tanah, oleh karena itu dengan mudah terkena kontaminasi melalui rembesan.
Umumnya
rembesan berasal dari tempat buangan kotoran manusia kakus/jamban dan hewan,
juga dari limbah sumur itu sendiri, baik karena lantainya maupun saluran air
limbahnya yang tidak kedap air. Keadaan konstruksi dan cara pengambilan air
sumur pun dapat merupakan sumber kontaminasi, misalnya sumur dengan konstruksi
terbuka dan pengambilan air dengan
timba. Sumur dianggap mempunyai tingkat perlindungan sanitasi yang baik,
bila tidak terdapat kontak langsung antara manusia dengan air di dalam
sumur (Depkes RI, 1992).
Dari segi kesehatan
sebenarnya penggunaan sumur gali ini kurang baik bila cara pembuatannya tidak
benar-benar diperhatikan, tetapi untuk memperkecil kemungkinan terjadinya
pencemaran dapat diupayakan pencegahannya. Pencegahan ini dapat dipenuhi dengan
memperhatikan syarat-syarat fisik dari sumur tersebut yang didasarkan atas
kesimpulan dari pendapat beberapa pakar di bidang ini, diantaranya lokasi sumur
tidak kurang dari 10 meter dari sumber pencemar, lantai sumur sekurang-kurang
berdiameter 1 meter jaraknya dari dinding sumur dan kedap air, saluran
pembuangan air limbah (SPAL) minimal 10 meter dan permanen, tinggi bibir sumur
0,8 meter, memililki cincin (dinding) sumur minimal 3 meter dan memiliki tutup
sumur yang kuat dan rapat (Abah, 2010).
C.
Tinjauan
Umum Tentang Besi Dalam Air
Besi
(Fe) adalah logam berwarna putih keperakan, liat dan dapat dibentuk. Fe di
dalam susunan unsur berkala termasuk logam golongan VIII, dengan berat atom
55,85g/mol, nomor atom 26, berat jenis 7.86g/cm3 dan umumnya
mempunyai valensi 2 dan 3 (selain 1, 4, 6). Besi (Fe) adalah logam yang
dihasilkan dari bijih besi, dan jarang dijumpai dalam keadaan bebas, untuk
mendapatkan unsur besi, campuran lain harus dipisahkan melalui penguraian
kimia. Besi digunakan dalam proses produksi besi baja, yang bukan hanya unsur
besi saja tetapi dalam bentuk alloy (Parulian,
2009).
Kandungan
Fe di bumi sekitar 6.22 %, di tanah sekitar 0.5 – 4.3%, di sungai sekitar 0.7
mg/L, di air tanah
sekitar 0.1 – 10 mg/l, air laut sekitar 1 – 3 ppb, pada air minum tidak lebih
dari 200 ppb. Pada air permukaan biasanya kandungan zat besi relatif rendah
yakni jarang melebihi 1 mg/l
sedangkan konsentrasi besi pada air tanah bervariasi mulai dan 0,01 mg/l sampai
dengan 25 mg/l. Di alam biasanya
banyak terdapat di dalam bijih besi hematite, magnetite, taconite, limonite,
goethite, siderite dan pyrite (FeS), sedangkan di dalam air umumnya dalam
bentuk terlarut sebagai senyawa garam ferri
(Fe3+) atau garam ferro
(Fe2+) tersuspensi sebagai
butir koloidal (diameter < 1 mm) atau lebih besar seperti, Fe(OH)3
dan tergabung dengan zat organik atau zat padat yang anorganik (seperti tanah
liat dan partikel halus terdispersi). Senyawa ferro dalam air yang sering dijumpai adalah FeO, FeSO4,
FeSO4.7 H2O, FeCO3, Fe(OH)2, FeCl2
sedangkan senyawa ferri yang sering dijumpai yaitu FePO4, Fe2O3,
FeCl3, Fe(OH)3 (Perpamsi,
2002).
Pada
air yang tidak mengandung oksigen, seperti seringkali air tanah, besi berada
sebagai Fe2+ yang cukup dapat terlarut, sedangkan pada air sungai yang
mengalir dan terjadi aerasi, Fe2+ teroksidasi menjadi Fe3+
yang sulit larut pada pH 6 sampai 8 (kelarutan hanya di bawah beberapa mg/L), bahkan dapat menjadi ferihidroksida
Fe(OH)3, atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan
bisa mengendap (Alaerts,2000).
Berdasarkan
persyaratan kualitas air minum yang dibuat oleh Permenkes
No.416/MENKES/PER/IX/1990, kadar besi maksimum yang diperbolehkan sebesar 1.0
mg/l. Besi dapat larut pada pH rendah dan dapat menyebabkan air yang berwarna
kekuningan, menimbulkan noda pada pakaian dan tempat berkembang biaknya bakteri
Creonothrinx , oleh sebab itu kadar besi
tidak boleh melebihi 1 mg/l,
karena dapat mempercepat pertumbuhan bakteri besi tersebut dan dapat
menimbulkan rasa serta bau (Sutapa, 2000).
Fe berada dalam tanah dan batuan sebagai ferioksida (Fe2O3) dan ferihidroksida (Fe(OH3)). Dalam air besi
berbentuk ferobikarbonat (Fe(HCO3)), ferohidroksida(Fe(OH)2),
ferosulfat (FeSO3) dan organik
komplek. Air tanah megandung besi terlarut berbentuk ferro (Fe2+). Jika air tanah
dipompakan keluar dan kontak dengan udara (oksigen) maka besi (Fe2+) akan teroksidasi
menjadi ferihidroksida (Fe(OH)3). Ferihidroksida dapat mengendap dan
berwarna kuning kecoklatan (Sutapa, 2000).
Hal
tersebut dapat menodai peralatan porselen dan cucian. Bakteri Besi (Crenothrix dan Gallionella) memanfaatkan besi ferro
(Fe2+) sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya dan
mengendapkan ferrihidroksida. Pertumbuhan bakteri besi yang terlalu cepat
(karena adanya besi ferro)
menyebabkan diameter pipa berkurang dan lama kelamaan pipa akan tersumbat. Air
tanah yang mengandung (CO2)
tinggi dan (O2) yang terlarut sedikit, dapat mempercepat
proses pelarutan besi (dari bentuk tidak terlarut menjadi terlarut).
Sedangkan
air tanah yang alkalinitasnya tinggi, biasanya memiliki konsentrasi besi
rendah, karena besi teroksidasi dan mengendap pada pH tinggi. Air tanah yang
mengandung besi dan organik yang tinggi akan membentuk ikatan kompleks yang
sulit mengendap dengan aerasi. Kandungan besi yang tinggi merugikan, karena
dapat menyebabkan air teh menjadi hitam, sayuran yang direbus berwarna gelap,
menimbulkan rasa besi/logam, astringent atau obat, dan merugikan jika dipakai
dalam produksi (Syahreza, 2006).
D.
Tinjauan
Umum Tentang Nitrat Dalam Air
Nitrat (NO3)
adalah ion–ion anorganik alami yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Di
alam, nitrogen terdapat dalam bentuk senyawa organik seperti urea, protein, dan
asam nukleat atau sebagai senyawa anorganik seperti amonia, nitrit dan nitrat.
Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari amonia melalui proses
oksidasi katalitik. Nitrit juga merupakan hasil metabolisme dari siklus
nitrogen. Nitrat dan nitrit adalah komponen yang mengandung nitrogen berikatan
dengan atom oksigen (Henni, 2009).
Kadar nitrat
dalam mata air tergantung aktivitas sumber pencemar di bagian hulu, aktivitas
penggunaan air sumur itu sendiri, dan tingkat pencucian serta aliran permukaan.
Selain itu, kadar nitrat tersebut juga tergantung potensial redok (Eh). Apabila
nilai Eh turun (reduktif), nitrat akan cepat hilang menjadi gas N2O
dan atau N2 melalui proses denitrifikasi. Pada kondisi reduktif,
N-amonium lebih dominan dari pada N-nitrat, namun sebaliknya dalam kondisi
oksidatif N-amonium bisa berubah menjadi N-nitrat melalui proses nitrifikasi.
Dengan demikian maka pencucian N dalam sistem yang reduktif akan menghasilkan
NH4+, sedangkan dalam sistem yang oksidatif akan menghasilkan
NO3-.
Nitrat (NO3-)
merupakan anion yang penting. Nitrat dengan konsentrasi tinggi merupakan indikasi adanya sumber polutan dalam air tanah.
Kandungan nitrat umumnya kurang dari 10 mg/l untuk air tanah dengan komposisi biasa (Todd,
1980). Tingginya konsentrasi nitrat (NO3-)
dalam air tanah dapat di sebabkan
karena adanya aktivitas
mikroba nitrat. Kadar
nitrat lebih dari 5 mg/l
menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas
manusia dan tinja hewan. Air hujan memiliki kadar nitrat sekitar 0,2 mg/l. Pada perairan yang menerima limpasan
air dari daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk, kadar nitrat dapat
mencapai 1.000 mg/l (Yuningsih, 2007).
Sumber
pencemaran nitrat dalam air umumnya berasal dari limbah industri, septic tank, limbah hewan (misalnya
burung dan ikan), dan limbah dari angkutan air (perahu, kapal, dan lain-lain).
Selain itu limbah dari lahan-lahan pertanian akibat aktivitas pemupukan,
penggunaan pestisida, dan lain-lain memberikan kontribusi yang sangat besar
terhadap polusi nitrat dalam air permukaan dan air tanah (Yuningsih,
2007).
E.
Tinjauan
Metode Atomic Absorbiton Spectrofotometer
(AAS)
Atomic
absorption spectrophotometer (AAS) merupakan salah satu teknik analisis
untuk mengukur jumlah unsur berdasarkan jumlah energi cahaya yang diserap oleh
unsur tersebut dari sumber cahaya yang dipancarkan (Arifin, 2008). atomic absorption spectrophotometer merupakan suatu metode yang
digunakan untuk mengukur kandungan logam dan metalloid. Metode ini sangat tepat
untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Instrumen ini dapat mendeteksi
hingga satuan ppm. Khusus untuk logam-logam yang mudah menguap (mempunyai titik
didih yang lebih rendah) sulit dianalisa dengan AAS (Cahyady, 2009).
Prinsip
kerja alat ini berdasarkan penguapan larutan sampel, kemudian logam yang
terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorbsi
radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda (hallow cathode
lamp) yang mengandung unsur yang akan dianalisis. Banyaknya penyerapan radiasi
kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu (Arifin, 2008).
Komponen-komponen
penting yang terdapat pada AAS adalah sumber radiasi untuk memancarkan
spektrum atom dari unsur yang ditentukan, nyala untuk mengubah sampel yang berupa
padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, sistem pembakar-pengabut yang
mengubah larutan uji menjadi atom-atom dalam bentuk gas, monokromator berfungsi
memisahkan garis resonansi dari semua garis yang tak diserap yang dipancarkan oleh sumber
radiasi, detektor untuk mengubah intensitas radiasi yang dating menjadi arus
listrik, dan read out merupakan
sistem pencatat hasil (Cahyady, 2009).
Gangguan
pada AAS secara luas dikelompokkan menjadi gangguan spektral dan gangguan
kimia. Gangguan spektral disebabkan terjadinya tumpang tindih absorbsi antara
apesies pengganggu dengan yang diukur. Adanya hasil pembakaran pada nyala dapat
menyebabkan gangguan spektral. Gangguan kimia dapat berupa pembentukan senyawa
volatilitas rendah, dan kesetimbangan disosiasi ionik dalam nyala. Biasanya
anion membentuk senyawa dengan volatilitas rendah dan menurunkan laju
atomisasi. Pembentukan senyawa yang stabil menyebabkan tidak sempurnanya
disosiasi zat yang akan dianalisa. Gangguan tersebut dapat dieliminasi dengan
meningkatkan temperatur nyala, pemakaian reagensia pelepas, dan ekstraksi
analit unsur-unsur pengganggu (Cahyady, 2009).
BAB
III
METODE PERCOBAAN
A.
Alat
dan Bahan
1.
Alat
a.
Cuvet 4 buah
b.
Rak
tabung 1 buah
c.
Pipet
ukur 1 buah
d.
Bulp (bola isap) 1 buah
e.
Gelas Ukur 1 buah
f.
Vortex
Mixer 1 buah
g.
Spectrofotometer
DR 2800 2 buah
2.
Bahan
a. Sampel
Air Sumur Gali 300
ml
b. Nitro Ver 5 Nitrate Reagent Powder
Pillow 1 bungkus
c. Ferro Ver Iron (Reagent Powder
Pillow) 1 bungkus
d. Aquades secukupnya
e.
Tissue
secukupnya
f. Kertas
label secukupnya
B.
Waktu
dan Tempat Pengembilan Sampel
1.
Waktu :
10.00 WITA
2.
Tempat :
Asrama Mahasiswa Unit I Universitas Hasanuddin.
C.
Prosedur
Kerja
1.
Cara Pengambilan Sampel
a. Disiapkan botol sampel.
b. Sebelum
air sampel dimasukkan, botol dicuci dengan air sampel tersebut untuk
menghindari adanya partikel didalam botol.
c. Air
sampel diambil dengan menggunakan timba pada kedalaman 20 cm dari permukaan
air, lalu dimasukkan kedalam botol sampel.
2.
Pemeriksaan Sampel
a.
Pemeriksaan Kadar Besi (Fe)
1) Siapkan
cuvet sebanyak 2 buah untuk sampel
air dan blanko.
2) Masing-masing
cuvet
dibilas dengan aquades kemudian dibilas kembali dengan air sampel. Cuvet
yang telah dibilas, masing-masing diisi
dengan sampel air sumur gali. Tujuan cuvet
tersebut dibilas kembali dengan air sampel adalah untuk menghomogenkan. Untuk cuvet
sampel air, diisi sebanyak 10 ml sedangkan untuk cuvet
blanko diisi sampai penuh (tidak ada ruang udara).
3) Selanjutnya,
ditambahkan 1 bungkus Ferro Ver Iron
(Reagent Powder Pillow) pada Cuvet
sampel. Kemudian, botol cuvet dihomogenkan
menggunakan vortex mixer selama 3
menit.
Tujuan
botol cuvet tersebut dihomogenkan
selama 3 menit karena besi (Fe) susah
larut dalam air. Kemudian didiamkan
selama 5 menit.
4) Kemudian
Spectrofotometer DR 2800 dinyalakan. Pilih menu Stored
Program - metode pemeriksaan 265 Iron
Ferro Ver.
5) Selanjutnya,
cuvet blanko dimasukkan kedalam spectrofotometer DR 2800. Untuk men-zerokan dan akan muncul angka nol. Tujuan adanya sampel blanko tersebut
untuk mengetahui ada tidaknya senyawa
lain didalamnya.
6) Cuvet
yang berisi sampel blanko dikeluarkan dan dimasukkan cuvet yang berisi sampel air sebanyak 10 ml. Selanjutnya, tekan tombol
read dan alat akan membaca hasilnya.
7) Selanjutnya,
tunggu beberapa menit sampai hasil pemeriksaan muncul pada spectrofotometer DR 2800. Kemudian, catat hasilnya.
b.
Pemeriksaan Kadar Nitrat (NO3)
1) Siapkan
cuvet sebanyak 2 buah untuk sampel
air dan blanko.
2) Masing-masing cuvet dibilas dengan aquades
kemudian dibilas kembali dengan air sampel. Cuvet
yang telah dibilas, masing-masing diisi
dengan sampel air
sumur gali. Tujuan cuvet tersebut dibilas kembali dengan air sampel
adalah untuk menghomogenkan. Untuk
cuvet sampel air, diisi sebanyak 10 ml sedangkan untuk cuvet blanko
diisi sampai penuh (tidak ada ruang udara).
3) Ditambahkan 1 bungkus Nitro
Ver 5 Nitrate Reagent Powder Pillow kedalam cuvet
sampel.
4) Kemudian
dihomogenkan menggunakan vortex mixer
selama 1 menit. Setelah dihomogenkan, sampel didiamkan selama 5 menit selanjutnya Spectrofotometer DR 2800 dinyalakan. Kemudian, dipilih program Nitrat 353,
selanjutnya tombol start ditekan.
5) Cuvet yang berisi sampel blanko dimasukkan kedalam spectrofotometer DR 2800. Untuk men-zerokan dan akan muncul angka nol.
6) Cuvet blanko dikeluarkan dan dimasukkan cuvet yang berisi sampel sebanyak 10 ml. Selanjutnya, tekan tombol “Read” dan alat
akan membaca hasilnya.
7) Selanjutnya,
tunggu beberapa menit sampai hasil pemeriksaan muncul pada spectrofotometer DR 2800. Kemudian, catat hasilnya.
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan di
Laboratorium Terpadu FKM UNHAS, hasil pengamatan kadar Besi (Fe) dan kadar Nitrat
(NO3) yang
terdapat pada sampel air sumur gali Asrama Mahasiswa Unit I Universitas Hasanuddin diperoleh:
Tabel 1
Hasil Pengukuran Kadar Besi (Fe) dan Nitrat NO3
Pada Air Sumur Gali Asrama Mahasiswa
unit I Universitas Hasanuddin
No
|
Pemeriksaan
|
Hasil Pemeriksaan
|
1
|
Besi (Fe)
|
0,06 mg/l
|
2
|
Nitrat (NO3)
|
0,0 mg/l
|
( Sumber, Data Primer 2013)
B.
Pembahasan
Dari hasil
pemeriksaan kadar besi (Fe) dan nitrat (NO3) pada air sumur gali di
Asrama Mahasiswa Unit I Universitas Hasanuddin dengan menggunakan Spectrofotometer
DR 2800
didapatkan
bahwa kadar besi (Fe) pada sampel
air sumur gali adalah 0,06 mg/l dan kadar nitrat (NO3) sebesar 0,0 mg/l. Sedangkan pada cuvet blanko pada pemeriksaan
menggunakan Spectrofotometer DR 2800, didapatkan hasil 0,0 mg/l. Hal
tersebut menandakan bahwa pada cuvet
blanko tidak mengandung senyawa lain di dalamnya. Selain itu, untuk memastikan
bahwa tidak terjadinya kontaminan pada cuvet
blanko maka pada saat percobaan,
cuvet dibersihkan dengan tisu.
Berdasarkan hasil pemeriksaan diatas, kadar besi
(Fe) dan nitrat (NO3)
pada air sumur gali tersebut, masih berada pada kategori rendah
atau dibawah standar baku mutu kandungan besi dan nitrat pada air bersih yang
ditetapkan Permenkes No.416/ MENKES/ PER/ IX/1990 yaitu kadar maksimum untuk
besi (Fe) adalah 1,0 mg/l
dan nitrat (NO3) adalah
10 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa kadar besi
(Fe) maupun nitrat (NO3)
yang
ada pada air sumur gali di Asrama Mahasiswa Unit I Universitas Hasanuddin masih
memenuhi syarat.
Perlu diketahui bahwa Nitrat (NO3)
merupakan anion yang penting. Nitrat dengan konsentrasi tinggi merupakan indikasi adanya sumber polutan dalam air tanah.
Dari hasil pemeriksaan yang didapatkan bahwa kadar nitrat (NO3) pada
air sumur gali adalah 0,0 mg/l yang berarti bahwa air sumur gali di Asrama
Mahasiswa Unit I Universitas
Hasanuddin belum tercemar oleh polutan.
Pada
pemeriksaan kadar besi didapatkan hasil 0,06 mg/lAir memberikan indikasi bahwa
sumur tersebut mengandung besi terlarut berbentuk ferro meskipun masih berada pada kadar yang diperbolehkan. Akan
tetapi, jika berada pada kadar yang melebihi standar maka air sumur yang dipompakan
keluar dan kontak dengan udara (oksigen)
maka besi (akan teroksidasi
menjadi ferihidroksida (Fe(OH)3). Ferihidroksida dapat mengendap dan
berwarna kuning kecoklatan. Hal tersebut dapat menodai peralatan porselen dan
cucian. Dan mempercepat pertumbuhan bakteri besi (karena adanya besi ferro) menyebabkan diameter pipa
berkurang dan lama kelamaan pipa akan tersumbat.
Dampak kesehatan yang ditimbulkan apabila senyawa nitrat dengan jumlah
yang besar dalam air adalah menyebabkan methaemoglobinameia, yakni kondisi
dimana hemoglobin di dalam darah berubah menjadi methaemoglobin sehingga darah
kekurangan oksigen. Hal ini dapat menyebabkan pengaruh yang fatal terutama pada
ibu yang hamil maka akan melahirkan bayi dengan penyakit Baby Blue serta mengakibatkan kematian pada bayi sedangkan efek
jangka panjang adalah sesak napas.
Begitupun dengan kadar besi berlebih pada air dapat menyebabkan dampak
kesehatan. Berdasarkan Keputusan mentri kesehatan RI nomor
492/MenKes/Per/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum yakni kandungan
maksimum besi yang diperbolehkan hanya 0,3 mg/liter. Sementara sebagian daerah
di Indonesia ada yang melebihi 1,0 mg/liter, ini artinya air tersebut dapat
membahayakan bagi kesehatan. Dampak yang ditimbulkan dari konsumsi besi yang
berlebihan tidaklah seketika, tetapi dapat dirasakan sekian tahun ke depan.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa, kadar besi di dalam air yang melebihi
ambang batas disinyalir dapat menyebabkan terjadinya penyakit ginjal, serta
dapat mengendap di dalam hati, sehingga hati menjadi keras.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan kadar besi (Fe) dan nitrat (NO3) pada air sumur gali
Asrama Mahasiswa Unit I
Universitas Hasanuddin, diperoleh
hasil sebagai berikut:
1. Hasil
pemeriksaan kadar besi (Fe) pada
sampel air sumur gali adalah 0,06 mg/l. Hal
ini menunjukkan bahwa kadar besi (Fe) maupun nitrat (NO3) yang ada pada
air sumur gali di Asrama Mahasiswa Unit
I Universitas Hasanuddin masih
memenuhi syarat atau diperbolehkan
sesuai Permenkes No.
416/MENKES/PER/IX/1990 bahwa kadar besi maksimum adalah 1,0 mg/l.
2.
Hasil pemeriksaan kadar
nitrat (NO3) pada sampel air sumur gali adalah 0,0
mg/l. Hal
ini menunjukkan bahwa air sumur gali di Asrama Mahasiswa Unit I Universitas Hasanuddin tidak mengandung nitrat (NO3).
B.
Saran
1.
Dalam
melakukan percobaan, untuk mendapatkan hasil yang akurat maka dibutuhkan
ketelitian dan penguasaan materi oleh praktikan.
2.
Diharapkan agar masyarakat tetap menjaga
sumber air bersih dari segala kontaminan akibat aktivitas manusia sehingga
didapatkan sumber air yang tetap memenuhi persyaratan dan terjaga kualitasnya
demi terjaganya kesehatan masyarakat pada umumnya.
3.
Bagi Pemerintah agar lebih memperhatikan
sarana penyediaan air bersih masyarakat demi meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat setempat.
terima kasih telah membacanya............ poskan komentar
BalasHapuspost daftar pustakanya dong... :)
BalasHapus